Recent Posts

settia

ISLAM DAN KETENTUAN ALLAH


* Memahami dan menyadari fithrah alam semesta yang mengikuti sunnatullah : Islam adalah asas alam semesta.
* Memahami bahwa syari’at Muhammad saw adalah sunnatullah yang sesuai dengan sifat alam semesta tersebut.
* Menyadari bahwa menerima Islam adalah kembali kepada fithrah, sedangkan menolak Islam berarti menolak fithrah manusia dan alam semesta.

Allah swt sebagai khaliq memiliki kewajiban dan hak mutlak untuk menentukan aturan bagi kepentingan dan kebaikan manusia serta makhluq lainnya. Aturan yang Allah tentukan berupa Islam dan mendatangkan rasul sebagi uswah dan teladan yang diperuntukkan bagi manusia. Mereka yang mengikuti aturan tersebut disebut adalah Muslim dan yang tidak mengikutinya disebut kafir.

Allah swt selain menciptakan manusia juga menciptakan alam semesta dan seisinya. Ketertiban, keteraturan dan keselamatan perjalanan kehidupan alam ini berlaku dengan sunnah kauniyah yang Allah berikan kepadanya. Seluruh alam semesta tunduk, bersujud, bertahmid dan berislam kepadaNya. Alam semesta tak ada yang kafir, mereka semuanya muslim dan berserah diri kepada Allah dengan mengikuti segala aturannya.

Islam merupakan sunnatullah dan ditetapkan kepada alam dan manusia. Sunnatullah kepada alam bersifat mutlak, langgeng dan kontinyu yang merupakan taqdir kauni dalam tunduk kepada Allah. Sedangkan sunnatullah kepada manusia berupa hidayah yang Allah berikan. Hidayah inipun bergantung kepada kehendak dan ikhtiar manusia serta merupakan taqdir syar’i. Kemudian sikap manusia terbagi menjadi dua : menerimanya (muslim) dan menolaknya (kafir).

Ringkasan Dalil :

* Allah pencipta (QS. 59 : 23) yang menciptakan alam (QS. 25 : 2) dan menentukan aturan (QS. 25 : 2, 54 : 59, 15 : 20).
* Seluruh alam semesta sujud, tasbih, tahmid (QS. 13 : 15, 22 : 18, 6 : 50, 59 : 1, 64 : 1, 24 : 41, 17 : 44)
* Al Khaliq menurunkan taqdir syar’I (QS. 6 : 153, 45 : 18).
* Islam sebagai Diin (3 : 19, 85)
* Rasul sebagai contoh pelaksanaan diin kepada manusia (QS. 33 : 21)
* Ada yang menerima (disebut muslim) sesuai dengan alam semesta, ada yang menolak (disebut kafir) subversif di alam semesta.
* Akam semesta memiliki sifat tunduk kepada Allah secara mutlak


RIDHO TERHADAP KETENTUAN ALLAH

Seorang mukmin seharusnya bisa menajalani kehidupannya dengan baik,senang,tenang,dan bahagia. Namun faktanya tidaklah demikian. Hampir setiap hari ada saja orang yang mengeluhkan kesempitan hidupnya. Orang tersebut tidak jauh dari kita,entah sanak saudara,kerabat,teman dekat,bahkan mungkin diri kita sendiri. Sumber dari ketidakbahagiaan tersebut kebanyakan karena memikirkan sesuatu yang menimpanya,baik yang sudah atau belum terjadi. Takut kekurangan sesuatu yang menjadi kebutuhannya atau tidak bisa memenuhi seluruh keinginannya. Padahal Allah Swt telah mewajibkan setiap mulmin untuk beriman kepada takdir yang telah ditetapkan ribuan tahun sebelum dirinya terlahir di dunia. Allah Swt adalah Pencipta,Penentu, dan Pembagi segala sesuatu. Dan Allah Swt bersifat adil.

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar: 49).Dalam ayat lain disebutkan,

فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ

“Lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.” (QS. Al-Mursalat: 23). Sedangkan dalam hadits Jibril disebutkan kewajiban untuk mengimani takdir Allah Swt tersebut,

تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim).

Semua takdir tersebut pasti akan terjadi dan tidak mungkin tertukar dengan takdir orang lain. Tidak mungkin takdir baik kita terjadi pada orang lain. Sama tidak mungkinnya juga takdir buruk orang lain akan menimpa kita. Karena takdir baik maupun buruk meskipun keduanya tetap baik di sisi Allah Swt tetap akan terjadi pada orang yang telah dimaksudkan oleh Allah Swt. Malaikat tidak mungkin salah dalam menjalankan apa yang telah ditakdirkan Allah Swt tersebut. Hikmah dari meyakini takdir dengan benar adalah sanggup menghadapi musibah dengan mudah karena yakin itu adalah bagian dari ujian dari Allah Swt. Allah Swt berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗوَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚوَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun: 11). Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir ra disebutkan bahwa, ‘Al Qamah ra ketika mendengar ayat ini lantas ditanya ,kemudian beliau menyatakan, “Ini adalah seseorang yang terkena musibah, lantas ia tahu bahwa hal itu dari sisi Allah, lantas ia rida dan berserah diri kepada Allah Swt.” Terhadap takdir buruk maupun baik manusia tida sepatutnya bertanya mengapa bisa demikian takdirnya. Semua itu adalah keputusan Allah Swt yang sudah pasti adil dan baik bagi manusia. Lagi pula Allah Swt tidak layak untuk ditanyai manusia,justeru manusialah yang harus ditanyai Allah Swt kelak. Allah Swt berfirman:

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ

Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. Al-Anbiya’: 23). Ibnu Katsir ra menjelaskan maksudnya bahwa, “Allah itu Al-Hakim (Yang Menghakimi), tidak ada yang bisa mengalahkan hukum Allah, tidak yang bisa menentangnya karena kebesaran Allah karena Allah Mahatinggi, menetapkan dengan hikmah, Allah Maha Adil, dan Maha Lembut. Manusialah yang nanti akan ditanya tentang apa yang mereka perbuat. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 9:368.)

Seorang mukmin wajib meyakini bahwa apa pun yang ditakdirkan untuk dirinya pasti baik. Baik untuk kehidupan dunia maupun akhiratnya,meskipun secara kasat mata sangat buruk baginya. Setiap mendapat takdir harus berpikir panjang mencari hikmah dibaliknya. Dan hikmah tersebut minimal adalah untuk menghapus dosa yang ada pada dirinya. Allah Swt sangat sayang pada hamaba-Nya sehingga dosanya akan senantiasa dibersihkan dengan musibah. Begitu berat siksa akhirat akibat dosa. Sehingga Allah Swt bersihkan di dunia dengan musibah atau takdir buruk tersebut. Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda:

عَجِبْتُ لِلْمُؤْمِنِ، إِنَّ اللهَ لاَ يَقْضِي لِلْمُؤْمِنِ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ

Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Ahmad, 3:117. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini sahih). Bahkan dalam salah satu doa iftitah yang terdapat dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalib ra disebutkan,

وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ

“Kebaikan itu seluruhnya pada kedua tangan-Mu dan kejelekan tidak disandarkan kepada-Mu.” (HR. Muslim). Sehingga seorang mukmin harus mengusahakan dan memohon kepada Allah Swt agar semua takdir menjadi baik baginya. Dari Ummul Mukmini ‘Aisyah ra, Rasulullah saw mengajarkan doa berikut,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ بِهِ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَولٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مَنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِي خَيْرًا

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu semua kebaikan yang disegerakan maupun yang ditunda, apa yang aku ketahui maupun tidak aku ketahui. Aku berlindung kepada-Mu dari semua keburukan, baik yang disegerakan maupun yang ditunda, yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu dari kebaikan apa yang diminta oleh hamba dan Nabi-Mu Muhammad saw kepada-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari apa yang diminta perlindungan oleh hamba dan nabi-Mu. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan apa yang mendekatkan kepadanya baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa yang mendekatkan kepadanya baik berupa ucapan atau perbuatan. Dan aku memohon kepada-Mu semua takdir yang Engkau tentukan baik untukku. (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).

Itu bisa tenang,senang,dan Bahagia terhadap semua takdir yang meninpanya,seorang mukmin harus memahami makna rida terhadap segala ketentuan-Nya. Secara garis besar makna rida atas takdir atau ketetapan Allah Swt minimal ada tiga indikator sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah ra. Beliau berkata:

‏”والرضا بالقضاء ثلاثة أنواع

Rida terhadap ketetapan Allah Swt ada tiga macam:

أحدها: الرضا بالطاعات؛ فهذا طاعة مأمور بها

Yang pertama: Rida terhadap ketaatan-ketaatan yang Allah syariatkan. Ini adalah bentuk ketaatan yang diperintahkan.

‏والثاني: الرضا بالمصائب فهذا مأمور به، إما مستحب وإما واجب

Yang kedua: Rida terhadap musibah-musibah yang menimpa. Ini adalah perkara yang diperintahkan. Adakalanya hukumnya sunnah dan adakalanya hukumnya wajib.

والثالث: الكفر والفسوق والعصيان فهذا لا يؤمر بالرضا به بل يؤمر ببغضه وسخطه فإن الله لا يحبه ولا يرضاه

Dan yang ketiga: Terkait dengan kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Yang seperti ini tidaklah seseorang diperintahkan padanya untuk bersikap rida. Bahkan dia diperintahkan padanya untuk marah dan benci terhadap perbuatan tersebut, karena sungguh Swt tidak menyukai dan tidak meridainya.” (Majmu’ al-Fatawa jilid 10 hal. 482). Semoga kita termasuk hamba-Nya yang selalu rida dengan ketetapan yang ada. Ketetapan baik maupun buruk,menyenangkan maupun menyedihkan. Amin []