Recent Posts

settia

Peran dan Kedudukan (Dewan) Wali Sanga


Oleh Cin Pratipa Hapsarin

Peran Dewan Sembilan dalam menegakkan kerajaan Islam pertama di Jawa sangatlah besar. Banyak berita simpang siur mengenai keberadaan mereka, asal mula mereka, wilayah kerja, ‘keajaiban-keajaiban’ yang mereka ciptakan bahkan termasuk benar ada atau tidaknya mereka.

Wali Sanga adalah kelompok syiar – dakwah Islam (Mubaligh) yang kerap juga disebut dengan Walilullah atau ‘wakil Allah’. Menurut Saksono (1996: 17-19), awalnya kata ini berasal dari bahasa Arab, wala atau waliya yang berarti qaraba, dekat, yang dapat dipadankan dengan kerabat, pelindung, teman dan lainnya. Mengenai kata songo, Moh. Adnan berpendapat jika sebenarnya kata itu telah mengalami penyimpangan pelafalan. Menurutnya, songo berasal dari kata sana, atau dalam bahasa Arab, tsana yang berarti mulia (sepadan dengan mahmud – terpuji). Pendapat lain datang dari R. Tanojo, menurutnya kata itu dapat diartikan sebagai sana, yang dalam Jawa Kuno berarti menunjuk nama tempat atau daerah. Namun, umum tetap berpendapat bahwasanya songo berarti sembilan.

Kata itu, pertama dianggap mengacu pada sistem koordinasi atau pembagian kerja yang ada pada Lembaga Dakwah Dewan Wali. Yang kedua dianggap ‘memang harus berjumlah sembilan’ karena berasal dari anggapan pencerapan esensi sembilan sebagai nilai-angka tertinggi. Di Jawa, mereka yang duduk dalam Dewan Wali tidak hanya berkuasa dalam bidang agama, tapi juga dalam pemerintahan dan politik. Jumlah Wali sendiri tidaklah seperti yang selamanya ini diyakini orang, yakni sembilan, melainkan selalu berubah dari waktu ke waktu. Namun demikian kepercayaan masyarakat Jawa mengenai hal ini sulitlah diubah, bagi mereka Wali Sanga tetaplah Sembilan Wali yang terdiri dari Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati.

“Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal” (http://www.seasite.niu.edu/Indonesian).

Kebanyakan dari mereka tinggal di pantai utara Jawa, khususnya di sepanjang wilayah Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat.
Dewan Wali

Hasanu Simon (2004: 50-55) mengutip keterangan Asnan Wahyudi dan Abu Khalid yang diambil dari Kitab Kanzul ‘Ulum karya Ibnul Bathuthah (yang kini tersimpan di Perpustakaan Istana Kasultanan Ottoman, Istambul, Turki) mengatakan bahwa berdasar laporan Saudagar Gujarat mengenai perkembangan Islam di Jawa, potensi alam maupun berkuasanya dua kerajaan Hindu-Budha yang ada di sana (Majapahit dan Pajajaran), Sultan Turki Muhammad I segera menyusun rencana untuk mengirimkan sebuah team yang dapat melakukan syiar di Pulau itu. Sebagai persiapan, Sultan Turki menghubungi Amir di Afrika Utara dan Timur Tengah untuk mempersiapakan anggota kelompok tersebut.

Setelah melalui beberapa pertimbangan, diantaranya kelengkapan ahli di masing-masing bidang yang bakal bermanfaat di Jawa, maka diberangkatkanlah team tersebut ke Jawa (untuk memperlancar niat, sebelum keberangkatan team itu Sultan Turki diduga sempat mengirim utusan kepada Brawijaya). Demikianlah susunan Dewan Wali menurut kitab Kanzul ‘Ulum Ibnul Bathuthah:

Dewan I tahun 1404 M

1. Syeh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, ahli tata negara, dakwah di Jawa Timur, wafat di Gresik tahun 1419.
2. Maulana Ishaq, asal Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan, dakwah di Jawa lalu pindah dan wafat di Pasai (Singapura).
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubra, asal Mesir, dakwah keliling, makam di Troloyo – Triwulan Mojokerto.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, asal Maghrib – Maroko, ahli irigasi, dakwah keliling, makamnya di Jatinom Klaten tahun 1465.
5. Maulana Malik Isroil, asal Turki, ahli tata negara, dimakamkan di Gunung Santri antara Serang Merak di tahun 1435.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, asal Persia / Iran, ahli pengobatan, dimakamkan di Gunung Santri tahun 1435.
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama.
8. Maulana Aliyuddin, asal Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama.
9. Syeh Subakir, asal Persia / Iran, ahli menumbali tanah angker yang dihuni jin jahat, beberapa waktu di Jawa lalu kembali dan wafat di persia tahun 1462.

Dewan II tahun 1436 M

1. Raden Rahmad Ali Rahmatullah, dikenal sebagai Sunan Ampel (Surabaya), dari Cempa Muangthai Selatan, datang tahun 1421, mengganti Malik Ibrahim yang wafat.
2. Sayyid Jafar Shodiq, asal Palestina, datang tahun 1436 dan tinggal di Kudus, dikenal sebagai Sunan Kudus, menggantikan Malik Isroil.
3. Syarif Hidayatullah, asal Palestina, datang tahun 1436 mengganti Ali Akbar yang wafat.

Dewan III tahun 1463 M

1. Raden Paku atau Syeh Maulana Ainul Yaqin pengganti ayahnya yang pulang ke Pasai, kelahiran Blambangan, putra Syeh Maulana Ishaq, berjuluk Sunan Giri dan dimakam di Gresik.
2. Raden Said atau Sunan Kalijaga, putra adipati Tuban bernama Wilatikta, mengganti Syeh Subakir yang kembali ke Persia.
3. Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Hasanuddin yang wafat.
4. Raden Qosim atau Sunan Drajad kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel mengganti Aliyyuddin yang wafat.

Dewan IV tahun 1466 M

1. Raden Patah putra Brawijaya (tahun 1462 – adipati Bintoro, tahun 1465 – membangun masjid Demak dan tahun 1468 menjadi raja) murid Sunan Ampel, mengganti Jumadil Kubro yang wafat.
2. Fathullah Khan, putra Gunung Jati, menggantikan Al Maghrobi yang wafat.

Dewan V

1. Raden Umar Said (Sunan Muria), putra Kalijaga, menggantikan wali yang telah wafat.
2. Syeh Siti Jenar adalah wali serba kontraversial, mulai dari asal muasal, ajarannya yang dianggap menyimpang dari Islam (tapi hingga saat ini masih dibahas di berbagai lapisan masyarakat dan masih memiliki pengikut), cara kematiannya, termasuk dimana ia wafat dan dimakamkan.
3. Sunan Tembayat atau Adipati Pandanarang, menggantikan Jenar yang dihukum mati.

Sebenarnya selain di Jawa, di Cina juga terdapat semacam kelompok Dewan Wali yang juga beranggotakan sembilan orang. Menurut web Suarajumaat, pada masa Dinasti Ming,

“…kerajaan Islam mula terbentuk di sana dan penggagasnya adalah Chu Yuan Chang. … Menurut Ma Wen-Sheng dalam bukunya Secret History of Chinese Muslim, sebaik sahaja Chu Yuan Chang menguasai tentera bapa mertuanya, satu majlis rahsia telah ditubuhkan oleh beliau dan anggota majlis ini terdiri daripada sembilan orang ahli yang semuanya adalah orang Islam. Walau bagaimana pun,majlis ini tidak diketahui oleh orang ramai kecuali Ratu Ma. Anggota majlis itu ialah: 1) Hsu Tah (1331-1385 M) dari Fengyang; 2) Ch’ang Yu -Chun (1330-1369 M) dari Huaiyuan; 3) Li Wenchung (1339-1384 M) dari Yu-i; 4) T’ang Ho (1325- 1395 M ) dari Fengyang; 5) Teng Yu (1336-1337 M) dari Ssuhi; 6) Hu Tah-hai (m.1367 M) dari Ssuhi; 7) Hua Yun (1321-1360 M) dari Huaiyuan; 8 ) Ting Teh- hsing (m.1367 M) dari Tingyuan; 9) Mu Ying (1344-1392 M) dari Tingtuan”.

Belum dapat ditarik kesimpulan apakah data mengenai Dewan Wali di Jawa dan di Cina ini benar-benar otentik. Dan jika memang benar otentik, belum diketahui pula apakah keduanya pernah bekerja sama dan secara organisatoris memang berada di bawah satu otoritas tunggal. Yang pasti diketahui bahwasanya Turki adalah salah satu entitas Muslim yang sempat masuk ke Cina tak lama setelah wafatnya Nabi. Salah satu yang terbesar selain akibat aktifitas dagang adalah, sempat dikirimnya pasukan Muslim Turki dalam jumlah besar oleh Khalifah Abbasid Mansur untuk membantu Liu Chen menghadapi musuh-musuhnya (760 M). Pasca itu banyak Muslim Turki memilih menetap di sana dan segeralah Muslim Cina segera berkembang.
Pembagian Kerja Dewan Wali

Mengenai pembagian kerja Dewan wali secara struktural, demikianlah hasil penelitian Widji Saksono (1996: 97-100):

1. Sunan Ampel ; Mengurus susunan aturan syariat dan hukum perdata, khususnya berkenaan dengan masalah nikah, talak, rujuk.
2. Sunan Bonang ; Merapikan aturan-aturan termasuk di dalamnya kaidah ilmu, selain menggubah lagu, nyanyian maupun gamelan Jawa.
3. Sunan Gresik ; Merubah pola dan motif batik, lurik maupun perlengkapan berkuda.
4. Sunan Drajat ; Mengurus hal ikhwal pembangunan rumah maupun berbagai ragam alat angkut.
5. Sunan Majagung ; Mengurus hal ikhwal perkara masakan (makanan) maupun alat tani dan barang pecah belah lainnya.
6. Sunan Gunung Jati ; Selain bertugas memperbaiki doa, mantra bagi pengobatan bathin, firasat, jampi-jampi bagi pengobatan lahir, ia juga mempunyai tugas untuk membuka hutan, mengurus transmigrasi atau membuka desa baru (perluasan wilayah).
7. Sunan Giri ; Bertugas menggubah perhitungan bulan, tahun, windu, lalu menyusun dan merapikan segala perundang-undangan kerajaan, termasuk urusan protokolernya. Secara teknis Sunan Giri bertugas membuat kertas.
8. Sunan Kalijaga ; Bertugas mengurus bidang-bidang seni-budaya, misalkan menggubah dan menciptakan langgam maupun gending.
9. Sunan Kudus ; Bertanggungjawab atas perlengkapan persenjataan, perawatan bahan besi dan emas, juga membuat peradilan dengan undang-undang syariat.

(Bagian ini dikutip dari berbagai sumber, diantaranya Simon, Hasanu. 2004. Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; Saksono, Widji. 1996. Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah Atas Metode Dakwah Walisongo. Bandung: Mizan; http://www.seasite.niu.edu/Indonesian; 
http://www.javapalace.org/sejarah_singkat_karaton-karaton_lama_jawa/ )

http://serbasejarah.wordpress.com/2009/11/30/peran-dan-kedudukan-dewan-wali-sanga/